Senin, 15 Oktober 2018

CRITICAL REVIEW "Pengembangan Wilayah Pesisir Pantai Utara Jawa Tengah Berdasarkan Infrastruktur Daerah: Studi Kasus Kabupaten Jepara


Ringkasan Jurnal
1.                  Penulis dan Judul
            Jurnal penelitian yang dianalisis untuk direview berjudul “Pengembangan Wilayah Pesisir Pantai Utara Jawa Tengah Berdasarkan Infrastruktur Daerah: Studi Kasus Kabupaten Jepara” yang ditulis oleh Kurniawati Hapsari Ekosafitri, Ernan Rustiadi dan Fredinan Yulianda, Mahasiswa Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, Institut Pertanian Bogor.
2.                  Isi Jurnal Secara Umum
Isi jurnal secara umum  yaitu Kabupaten-kabupaten pesisir di pantai utara Jawa Tengah perlu mentransformasi prioritas pembangunan pada potensi sumber daya lokal dan mengoptimalkan sumber-sumber pertumbuhan baru di wilayahnya. Jepara, salah satu kabupaten pesisir di pantai utara Provinsi Jawa Tengah, mempunyai panjang garis pantai 82.73 km dengan 16 kecamatan yang terdiri atas 9 kecamatan pesisir dan 7 kecamatan pedalaman. Konsentrasi penduduk di wilayah pesisir menyebabkan perkembangan kecamatan yang berada di pesisir lebih maju dibandingkan dengan kecamatan di pedalaman. Hasil anaisis yang dilakukan peneliti mengenai pengembangan kawasan pesisir Kabupaten Jepara menunjukkan bahwa keetrsediaan infrastruktur dianggap merupakan prioritas utama pengembangan kawasan pesisir dan pariwisata bahari merupakan prioritas kegiatan yang perlu dikembangkan di kawasan pesisir.
3.                  Latar Belakang Isu
            Kabupaten Jepara merupakan salah satu kabupaten pesisir yang terletak di pantai utara Provinsi Jawa Tengah dengan garis pantai sepanjang 82,73 km. Pengembangan kawasan pesisir di Kabupaten Jepara membutuhkan kesiapan sarana dan prasarana pendukung di semua kecamatan pesisir. Identifikasi mengenai jumlah ketersediaan sarana dan prasarana wilayah perlu dilakukan untuk melakukan analisis tingkat perkembangan kecamatan di Kabupaten Jepara agar perencanaan pengembangan wilayah tepat berdasarkan kebutuhan tiap kecamatan. Perkembangan kegiatan perekonomian di wilayah kecamatan pesisir menyebabkan wilayah kecamatan tersebut lebih maju dibandingkan dengan wilayah kecamatan yang berada di pedalaman. Perencanaan pembangunan kawasan pesisir dilakukan dengan cara menentukan prioritas-prioritas kawasan dan menumbuhkan sektor-sektor yang potensial di wilayah yang sesuai dengan potensi sumber daya termasuk ketersediaan sarana dan prasarana disuatu wilayah tersebut.
            Perencanaan pengembangan kawasan pesisir di Kabupaten Jepara juga perlu mempertimbangkan pergeseran kegiatan masyarakat pesisir dari kegiatan sektor primer dan sektor sekunder ke sektor tersier di wilayah pesisir Kabupaten Jepara. Pergeseran pekerjaan nelayan dari menangkap ikan ke pemandu wisata dengan memanfaatkan kapal penangkap ikan sebagai kapal untuk tur wisata di kecamatan Karimunjawa serta ke sektor-sektor informal seperti warung makan, warung tenda yang menjual seafood dan toko souvenir di sekitar objek wisata pantai. Berdasarkan uraian tersebut, tujuan penelitian ini adalah menganalisis tingkat perkembangan wilayah berdasarkan ketersediaan sarana dan prasarana wilayah dan juga menggali persepsi stakeholder mengenai pengembangan kawasan pesisir Kabupaten Jepara.
4.                  Bahan dan Metode yang digunakan
            Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan berupa kusioner yang dilakukan untuk memperoleh persepsi stakeholder  mengenai pengembangan kawasan pesisir di Kabupaten Jepara. Responden yang dituju, yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Jepara, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara, akademisi dan pelaku usaha perikanan. Sedangkan untuk data sekunder berupa data PODES (Pendataan Potensi Desa) Kabupaten Jepara  tahun 2014 yang didapat dari Badan Pusat Statistik. Dalam jurnal ini, para peneliti menggunakan analisis skalogram yang digunakan untuk mengetahui gambaran tingkat perkembangan suatu wilayah secara administratif dengan menggunakan kelengkapan sarana dan prasaran di wilayah pesisir tersebut. Wilayah yang menjadi objek penelitian ini adalah 16 kecamatan di Kabupaten Jepara. Selain itu, para peneliti juga menggunakan metode analisis Analytic Hierarchy Process (AHP) yang digunakan untuk menganalisis persepsi para stakeholder mengenai pengembangan kawasan wilayah pesisir di Kabupaten Jepara.
5.                  Fokus Penelitian
            Fokus Penelitian yang terdapat pada jurnal ini adalah dimana para peneliti melakukan analisis untuk mengetahui lebih dalam lagi perkembangan wilayah berdasarkan ketersediaan sarana dan prasarana dan juga para peneliti ingin mengetahui lebih dalam lagi untuk mendapatkan informasi mengenai persepsi stakeholder  mengenai pengembangan kawasan wilayah pesisir di Kabupaten Jepara. Dimana para peneliti mengharapkan analisis yang dilakukan dapat mampu merumuskan arahan pengembangan kawasan wilayah pesisir di Kabupaten Jepara.
6.                  Hasil Penelitian dan Kesimpulan
            Setelah melakukan analisis maka didapatkan hasil anaslisi dengan menggunakan metode skalogram yang menunjukkan kisaran nilai Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) anatar 31.80 – 85.65. Dimana kecamatan yang mempunyai hirarki paling tinggi, yaitu Kecamatan Kedung, Kecamatan Jepara, Kecamatan Keling dan Kecamatan Karimunjawa. Sedangkan untuk kecamatan yang mempunyai hirarki sedang, yaitu Kecamatan Tahunan, Kecamatan Bangsri dan Kecamatan Donorojo. Pada kecamatan yang mempunyai hirarki rendah, yaitu Kecamatan Mayong, Kecamatan Welahan, Kecamatan Nalumsari, Kecamatan Pecangaan, Kecamatan Kalinyamatan, Kecamatan Mlonggo, Kecamatan Pakis Aji, Kecamatan Batealit dan Kecamatan Kembang. Wilayah kecamatan yang memiliki tingkat perkembangan wilayah tinggi dan sedang di Kabupaten Jepara berada di kecamatan pesisir. Hal ini dikarenakan banyaknya penduduk yang tinggal di wilayah pesisir sehingga membutuhkan fasilitas pelayanan yang lebih bila dibandingkan dengan kecamatan pedalaman. Wilayah pesisir Kabupaten Jepara juga menjadi pusat dari kegiatan perekonomian seperti kegiatan perdagangan, industri pengolahan, perikanan tangkap, perikanan budi daya, transportasi laut dan pariwisata bahari.
            Dari hasil analisis persepsi stakeholder, menempatkan pariwisata bahari menjadi prioritas utama yang dikembangkan dengan skor 0.297. Kecamatan Karimunjawa, Kecamatan Jepara dan Kecamatan Mlonggo merupakan wilayah yang telah mengembangkan pariwisata bahari secara komersial. Prioritas persepsi stakeholder menempatkan kawasan IV (Kecamatan Karimunjawa) skor tertinggi untuk dikembangkan (0.307). Kegiatan pariwisata bahari berkembang di wilayah kecamatan pesisir, antara lain Kecamatan Jepara, Kecamatan Mlonggo, Kecamatan Tahunan, Kecamatan Bangsri dan Kecamatan Karimunjawa melalui pengembangan wisata pantai. Sarana dan prasarana penunjang pariwisata yang berkembang terdiri atas hotel, rumah makan, dan tourist information centre. Kecamatan Jepara menjadi wilayah paling lengkap dalam menyediakan sarana prasarana penunjang pariwisata dikarenakan di wilayah ini objek pariwisata pantai telah dikelola secara baik.
            Pengembangan kawasan pesisir juga perlu didukung oleh ketersediaan infrastruktur yang mendukung kegiatan sektor perikanan dan kelautan sebagai sumber mata pencaharian masyarakat pesisir. Salah satu infrastruktur pendukung sektor perikanan dan kelautan yaitu TPI. Keberadaan TPI dianggap penting bagi perekonomian wilayah Kabupaten Jepara sehingga pemerintah daerah meakukan upaya perbaikan fungsi TPI dengan memperbaiki fasilitas gedung TPI, melakukan pengerukan muara sungai untuk memperlancar arus kapal, membangun fasilitas docking dan kolam pelabuhan serta memperbaiki jalan produksi menuju TPI. Hasil analisis skalogram menunjukkan Kecamatan Karimunjawa memiliki tingkat perkembangan wilayah tinggi berdasarkan ketersediaan sarana dan prasaran wilayah. Kegiatan pariwisata bahari juga berkembang pada kecamatan ini. Sarana dan prasarana pendukung kegiatan pariwisata di kawasan pesisir yang tersedia berupa sarana hotel dan homestay, dua pelabuhan penyeberangan di Karimunjawa dan Menujan serta satu bandara untuk pesawat terbang perintis. Pengembangan kawasan pesisir ke depan dititikberatkan pada pengembangan kegiatan potensial berdasarkan potensi lokal yang dimiliki.
Kritik dan Saran Teerhadap Jurnal
1.                  Relevansi Pertanyaan Penelitian dan Pembahasan yang disajikan
            Relevansi pertanyaan penelitian sudah sangat berhubungan satu sama lain, dimana para peneliti sudah dapat menjawab tujuan yang disebutkan diawal yaitu untuk analisis untuk mengetahui lebih dalam lagi perkembangan wilayah berdasarkan ketersediaan sarana dan prasarana dan juga para peneliti ingin mengetahui lebih dalam lagi untuk mendapatkan informasi mengenai persepsi stakeholder  mengenai pengembangan kawasan wilayah pesisir di Kabupaten Jepara. Menurut pandangan saya, saya masih kurang paham dengan analisis yang digunakan. Saya juga tidak bisa memahami hasil dari analisis dikarenakan kata-kata yang digunakan seperti terulang kembali secara terus menerus.
2.                  Metode yang digunakan
            Metode yang digunakan dengan skalogram menurut saya sudah tepat dikarenakan kita dapat melihat sendiri kecamatan-kecamatan mana saja yang memilki karakteristik yang sama. Tetapi menurut saya, mengenai analisis persepsi stakeholder yang digunakan sudah tepat dan sudah sesuai sasaran yang dituju.
3.                  Bandingan dengan Jurnal
            Adapun perbandingan anatara jurnal yang direview dengan jurnal yang lainnya terkait dengan wilayah pesisir. Jurnal penelitian yang lain yang digunakan sebagai pembanding yaitu “Kajian Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir Kabupaten Bone Bolango yang Berwawasan Lingkungan (Studi Kasus Desa Botubarani dan Desa Huangobotu) yang ditulis oleh Abdul Rasid Salim, Hartuti Pernaweni dan Wahyu Hidayat. Terdapat perbedaan isi dijurnal ini dimana pada jurnal yang kedua ini terdapat sebuah tinjauan pustaka yang bisa dapat dipahami terlebih dahulu oleh pembaca sedangkan pada jurnal yang saya review tidak terdapat tinjauan pustaka. Pada jurnal kedua juga tidak terlalu menggunakan banyak kalimat-kalimat sehingga para pembaca menyukainya. Tetapi dalam memperoleh data, kedua jurnal ini mempunyai kesamaan yang sama dimana sama-sama menggunakan kuisioner. Dalam tahapan analisis, kedua jurnal ini memiliki teknik analisis yang berbeda dimana jurnal kedua menggunakan analisis deskriptif dan menggunakan analisis SWOT (strengths,weakness,opportunities, threaths). Dalam menjelaskan pembahasan juga jurnal kedua ini lebih mudah dipahami dibandingkan dengan jurnal yang direview sehingga para pembaca dapat dengan mudah mengerti tujuan, proses analisis sampai ke pembahasan yang diberikan oleh peneliti.
4.                  Kelebihan dan Kelemahan
            Dalam jurnal yang direview ini terdapat beberapa hal yang menjadi kelebihan dan kelemahan yang terdapat pada jurnal. Untuk kelebihan jurnal ini sendiri, dimana terdapat peta yang merupakan hasil dari analisis skalogram yang digunakan oleh para peneliti. Peta tersebut juga mempunyai warna yang berbeda berdasarkan hasil analisis atau hirarki kecamatan yang sama. Kelebihan selanjutnya, para peneliti juga menganalisis untuk alternatif pengembangan kawasan pesisir di kabupaten tersebut dan juga para peneliti menampilkan peta yang isinya merupakan arahan pengembangan kawasan pesisir di kabupaten tersebut sehingga para pembaca jurnal akan lebih mudah tertarik dengan adanya gambar yang warna-warni ini. Tetapi jurnal ini juga memiliki kelemahannya, dimana terdapat beberapa bahasa yang digunakan oleh para peneliti kurang dimengerti oleh orang yang bukan ahli dibidangnya dan juga sering terdapat kalimat yang maksud inti dari kalimat tersebut sama sehingga terkesan berulang-ulang.
5.                  Manfaat Hasil Penelitian
            Manfaat jurnal yang direview ini dapat memberikan hasil peneliian yang dapat digunakan oleh pemerintah setempat untuk mengembangkan potensi daerah yang sudah dimiliki oleh daerah tersebut. Pemerintah juga akan mengetahui bahwa masih terdapatnya daerah-daerah yang pembangnan infrastrukturnya masih belum merata pada kabupaten tersebut. Dan juga penelitian ini dapat menambah pengetahuan kita bahwa terdapat  sebuah daerah yang memiliki sektor pariwisata bahari yang dapat kita nikmati tanpa harus kita pergi ke luar negeri. Pemerintah juga akan tersadar bahwa pembangunan infrastruktur itu sangatlah penting yang dapat mempengaruhi perkembangan wilayah itu sendiri. Sehingga dalam hal ini sangat menginginkan sekali akan kesadaran pemerintah didaerah-didaerah pedalaman yang selama ini masih belum mendapatkan keadilan yang sama dalam hal pembangunan infrastruktur itu.

Penutup
1.                  Opini
Menurut opini saya terhadap jurnal ini yaitu jurnal ini sudah sangat cukup baik untuk bisa dibagikan kepada masyarakat. Jurnal ini memiliki metode penelitian yang sudah sangat tepat dan sudah sesuai dengan sasaran yang dituju. Bahasaya yang digunakan peneliti juga sedikit kurang saya mengerti. Apabila penulis jurnal atau peneliti tersebut ingin melanjutkan penelitiannya itu juga sangat baik karena penelitian yang diangkat cukup menarik perhatian. Hanya saja para peneliti terlalu banyak kalimat pembukaan dibagian pendahuluan yang dapat menyebabkan para pembaca jurnal tersebut manjadi tidak ingin membaca yang pada kenyataannya kalimat-kalimat tersebut sangatlah penting.

2.                  Rekomendasi
Jika mau melakukan penelitian lebih lanjut tentang hal yang sama pada jurnal ini maka perlu untuk memperhatikan beberapa hal, sebagai berikut:
1.      Metode penelitian yang digunakan dapat menggunakan teknik keabsahan yaitu Triangulasi Metode dimana membandingkan antara informasi yang didapat dengan data yang ada untuk lebih dalam dalam mengenali informasi-informasi tententu yang belum didapatkan dan perlu mengecek kebenaran informasi tersebut.
2.      Melibatkan pihak-pihak terdekat dengan permasalahan yang terjadi untuk mengenali permasalahan yang ada bersumber dari mana, dan dapat pula mengetahui apa saja yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan relokasi.



DAFTAR PUSTAKA
Hapsari Ekosafitri, Kurniawati . Ernan Rustiadi . Fredinan Yulianda . 2017 . “Pengembagan Wilayah Pesisir Pantai Utara Jawa Tengah Berdasarkan Infrastruktur Daerah : Studi Kasus Kabupaten Jepara” . Bogor: Institut Pertanian Bogor
Rasid Salim, Abdul . Hartuti Purnaweni . Wahyu Hidayat . 2011 . “Kajian Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir Kabupaten Bone Bolango yang Berwawasan Lingkungan Studi Kasus Desa Botubarani dan Desa Huangobotu”. Jurnal Lingkungan Hidup

Selasa, 20 Maret 2018


DAMPAK KEBERADAAN KAWASAN PARIWISATA KONSERVASI HUTAN
MANGROVE TONGKE – TONGKE SINJAI BAGI KEBERADAAN PENDUDUK DAN LINGKUNGAN SEKITAR
Oleh : Sandra Alma Rosita (08161074)
            Hutan Mangrove merupakan salah satu dari kekayaan sumberdaya alam di Indonesia dan harus dikelola dengan baik. Hutan mangrove juga merupakan suatu ekosistem yang mempunyai peranan penting yang ditinjau dari sisi ekologis maupun aspek sosial ekonomi. Hutan mangrove adalah tipe hutan yang ditumbuhi dengan pohon bakau (mangrove) yang khas dan terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove mempunyai fungsi ganda dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan siklus biologi di suatu perairan. Sebagai suatu ekosistem dan sumberdaya alam, pemanfaatan mangrove diarahkan untuk kesejahteraan manusia dan untuk mewujudkan pemanfaatannya agar dapat berkelanjutan, maka ekosistem mangrove perlu dikelola dan dijaga keberadaannya.
            Menurut Biro Humas Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, Indonesia mempunyai luas hutan mangrove sebesar 3.489.140,68 Ha pada tahun 2016. Dari luas tersebut, diketahui bahwa seluas 1.671.160,65 Ha dalam kondisi baik, sedangkan areal sisnya seluas 1.817.999,93 Ha dalam kondisi rusak. Kondisi dilapangan memperlihatkan bahwa mangrove saat ini tengah menghadapi tantangan utama berupa alih fungsi lahan untuk berbagai kepentingan seperti tambak, pemukiman, perkebunan, industry dan infrastruktur pantai atau pelabuhan yang seringkali mengorbankan keberadaan mangrove. Kesadaran masyarakat akan pentingnya hutan mangrove masih kurang dan adanya limbah rumah tangga dan tumpahan minyak yang dapat memperburuk keberadaan ekosistem mangrove.      
 Ekosistem ini memiliki peranan ekologi, sosial-ekonomi, dan sosial-budaya yang sangat penting. Fungsi ekologi hutan mangrove meliputi tempat sekuestrasi karbon, remediasi bahan pencemar, menjaga stabilitas pantai dari abrasi, intrusi air laut, dan gelombang badai, menjaga kealamian habitat, menjadi tempat bersarang, pemijahan dan pembesaran berbagai jenis ikan, udang, kerang, burung dan fauna lain, serta pembentuk daratan. Fungsi sosial-ekonomi hutan mangrove meliputi kayu bangunan, kayu bakar, kayu lapis, bagan penangkap ikan, dermaga, kayu untuk mebel dan kerajinan tangan, atap huma, bahan obat, gula, alkohol, asam asetat, protein hewani, madu, karbohidrat, dan bahan pewarna, serta memiliki fungsi sosial-budaya sebagai areal konservasi, pendidikan, ekoturisme dan identitas budaya.
Pelestarian merupakan kegiatan/upaya, termasuk didalamnya pemulihan dan penciptaan habitat dengan mengubah sistem yang rusak menjadi yang lebih stabil. Pemulihan merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan suatu ekositem atau memperbaharuinya untuk kembali pada fungsi alamiahnya. Namun demikian, pelestarian mangrove sering diartikan secara sederhana, yaitu menanam mangrove atau membenihkan mangrove lalu menanamnya tanpa adanya penilaian yang memadai dan evaluasi terhadap keberhasilan penanaman dan level ekosistem (Sunito,2012).
Kawasan Konservasi Hutan Mangrove Tongke – Tongke berada di Desa Tongke – Tongke, Kecamatan Sinjai Timur, Kabupaten Sijnai, Sulawesi Selatan. Kawasan konservasi ini memiliki luas ± 17 hektar serta memiliki keragaman flora dan fauna yang terdapat di kawasan hutan mangrove tersebut. Kawasan ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tempat mencari sumber kehidupan dan tempat pariwisata. Selain sebagai kawasan konservasi yang bertujuan untuk menjaga dan melestarikan ekosistem mangrove sendiri, hutan mangrove Tongke – Tongke ini juga merupakan kawasan perlindungan bagi flora dan fauna didalamnya. Beragam jenis vegetasi tumbuh di kawasan hutan mangrove ini seperti jenis – jenis bakau (Ryzhopora mucnorata sp), Avicenia sp, dan Nipa Fructians, dan juga terdapat jenis – jenis fauna yang berada di dalamnya seperti serangga, ular pohon, kelelawar, burung bangau, burung belibis dan fauna lautan seperti tiram, ikan, kepiting bakau dan udang.
Kawasan konservasi hutan mangrove Tongke – Tongke ini juga dijasikan sebagai kawasan pariwisata bagi masyarakat Kota Sinjai. Hal ini dikarenakan pada kawasan ini memiliki banyak titik – titik menarik serta menawarkan keindahan dari hutan mangrove tersebut. Untuk menambah daya Tarik wisata, pada kawasan ini juga disediakan jembatan kokoh yang terbuat dari kayu ulin dan membentuk lorong – lorong panjang yang saling terhubung satu sama lain. Meskipun telah dimanfaatkan dengan baik serta mempertahankan nilai ekologinya, hutan mangrove Tongke – Tongke Sinjai ini nyatanya tidak terlepas dari masalah lainnya. Masalah – masalah tersebut diakibatkan oleh ulah manusia. Berkurangnya minat dan partisipasi masyarakat dalam mengelola mangrove tersebut mengakibatkan kawasan tersebut akhirnya menjadi tidak terawat. Jembatan dari ulin yang menjadi fasilitas untuk berjalan sudah tidak terawat lagi bahkan beberapa bagian jembatan ada yang lepas dan goyang sehingga tidak dapat digunakan kembali. Bahkan dari sumber berita yang di dapat, banyak pedagang yang menggelar jualannya di pusat informasi mangrove yang menyebabkan pengunjung yang ingin membaca informasi tetang hutan mangrove Tongke – Tongke dan mengabadikan gambar di tempat ini terhalang oleh barang dagangan dan meja serta kursi milik pedagang.
            Perlu adanya upaya dari pemerintah dalam menangai permasalahan pada Hutan Mangrove Tongke – Tongke yang berada di Sinjai yang dapat berupa tindakan – tindakan yang tegas agar mangrove tersebut dapat terjaga. Pertama yaitu penanaman mangrove dimana cara ini mencangkup penentuan lokasi penanaman, pemilihan jenis pada setiap tapak, persiapan lahan dan cara penanaman. Kedua yaitu konservasi hutan mangrove, dari tindakan ini pemerintah berharap agar tidak adanya lagi penebangan hutan mangrove karena pelestariannya yang kita harus jaga. Dengan melakukan konservasi hutan mangrove ekosistem lingkungan mangrove akan terjaga kelestariannya serta dengan banyaknya dampak postif yang dirasakan oleh masyarakat itu sendiri dalam penyangga kehidupan mereka. Selanjutnya adalah rehabilitasi hutan mangrove dimana rehabilitasi ini melalui penanaman kembali ekosistem mangrove yang telah rusak. Dengan menanam tumbuhan mangrove diharapkan agar dapa mencegah abrasi  pantai oleh gelombang pasang yang menjangkau dan merusak rumah mereka. (Raman dkk, 2015)

Gambar 1 kondisi eksisting tampak atas Hutan Mangrove Tongke – Tongke Sijai
Sumber : makassar.tribunnews.com


Gambar 2 kondisi eksisting Hutan Mangrove Tongke – Tongke Sijai
Sumber : mongabay.co.id



Gambar 3 kondisi eksisting Hutan Mangrove Tongke – Tongke Sijai yang digunakan untuk berdagang bagi masyarakat sekitar
Sumber : sijai.info


Gambar 4 kondisi eksisting Hutan Mangrove Tongke – Tongke Sijai yang kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah
Sumber : mongabay.co.id


DAFTAR PUSTAKA
Admin . “Pengunjung Mulai Tak Nyaman Berkunjung ke Mangrove Tongke – Tongke” . 9 Januari 2017
Candra, Wahyu . “Redupnya Pesona Mangrove Tongke – Tongke”. 28 Februari 2015
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Sinjai . “Hutan Mangrove Tongke – Tongke Sinjai Sulawesi Selatan” . 29 Mei 2017
Firmansyah . “Pengembangan Obyek Wisata Mangrove Tongke – Tongke” . 26 September 2016
Raman, Ihyani Malik, Hamrun . “Kemitraan Pemerintah Daerah dengan Kelompok Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Mangrove di Desa Tongke – Tongke Kabupaten Sinjai” . 2 Oktober 2015