Senin, 15 Oktober 2018

CRITICAL REVIEW "Pengembangan Wilayah Pesisir Pantai Utara Jawa Tengah Berdasarkan Infrastruktur Daerah: Studi Kasus Kabupaten Jepara


Ringkasan Jurnal
1.                  Penulis dan Judul
            Jurnal penelitian yang dianalisis untuk direview berjudul “Pengembangan Wilayah Pesisir Pantai Utara Jawa Tengah Berdasarkan Infrastruktur Daerah: Studi Kasus Kabupaten Jepara” yang ditulis oleh Kurniawati Hapsari Ekosafitri, Ernan Rustiadi dan Fredinan Yulianda, Mahasiswa Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, Institut Pertanian Bogor.
2.                  Isi Jurnal Secara Umum
Isi jurnal secara umum  yaitu Kabupaten-kabupaten pesisir di pantai utara Jawa Tengah perlu mentransformasi prioritas pembangunan pada potensi sumber daya lokal dan mengoptimalkan sumber-sumber pertumbuhan baru di wilayahnya. Jepara, salah satu kabupaten pesisir di pantai utara Provinsi Jawa Tengah, mempunyai panjang garis pantai 82.73 km dengan 16 kecamatan yang terdiri atas 9 kecamatan pesisir dan 7 kecamatan pedalaman. Konsentrasi penduduk di wilayah pesisir menyebabkan perkembangan kecamatan yang berada di pesisir lebih maju dibandingkan dengan kecamatan di pedalaman. Hasil anaisis yang dilakukan peneliti mengenai pengembangan kawasan pesisir Kabupaten Jepara menunjukkan bahwa keetrsediaan infrastruktur dianggap merupakan prioritas utama pengembangan kawasan pesisir dan pariwisata bahari merupakan prioritas kegiatan yang perlu dikembangkan di kawasan pesisir.
3.                  Latar Belakang Isu
            Kabupaten Jepara merupakan salah satu kabupaten pesisir yang terletak di pantai utara Provinsi Jawa Tengah dengan garis pantai sepanjang 82,73 km. Pengembangan kawasan pesisir di Kabupaten Jepara membutuhkan kesiapan sarana dan prasarana pendukung di semua kecamatan pesisir. Identifikasi mengenai jumlah ketersediaan sarana dan prasarana wilayah perlu dilakukan untuk melakukan analisis tingkat perkembangan kecamatan di Kabupaten Jepara agar perencanaan pengembangan wilayah tepat berdasarkan kebutuhan tiap kecamatan. Perkembangan kegiatan perekonomian di wilayah kecamatan pesisir menyebabkan wilayah kecamatan tersebut lebih maju dibandingkan dengan wilayah kecamatan yang berada di pedalaman. Perencanaan pembangunan kawasan pesisir dilakukan dengan cara menentukan prioritas-prioritas kawasan dan menumbuhkan sektor-sektor yang potensial di wilayah yang sesuai dengan potensi sumber daya termasuk ketersediaan sarana dan prasarana disuatu wilayah tersebut.
            Perencanaan pengembangan kawasan pesisir di Kabupaten Jepara juga perlu mempertimbangkan pergeseran kegiatan masyarakat pesisir dari kegiatan sektor primer dan sektor sekunder ke sektor tersier di wilayah pesisir Kabupaten Jepara. Pergeseran pekerjaan nelayan dari menangkap ikan ke pemandu wisata dengan memanfaatkan kapal penangkap ikan sebagai kapal untuk tur wisata di kecamatan Karimunjawa serta ke sektor-sektor informal seperti warung makan, warung tenda yang menjual seafood dan toko souvenir di sekitar objek wisata pantai. Berdasarkan uraian tersebut, tujuan penelitian ini adalah menganalisis tingkat perkembangan wilayah berdasarkan ketersediaan sarana dan prasarana wilayah dan juga menggali persepsi stakeholder mengenai pengembangan kawasan pesisir Kabupaten Jepara.
4.                  Bahan dan Metode yang digunakan
            Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan berupa kusioner yang dilakukan untuk memperoleh persepsi stakeholder  mengenai pengembangan kawasan pesisir di Kabupaten Jepara. Responden yang dituju, yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Jepara, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara, akademisi dan pelaku usaha perikanan. Sedangkan untuk data sekunder berupa data PODES (Pendataan Potensi Desa) Kabupaten Jepara  tahun 2014 yang didapat dari Badan Pusat Statistik. Dalam jurnal ini, para peneliti menggunakan analisis skalogram yang digunakan untuk mengetahui gambaran tingkat perkembangan suatu wilayah secara administratif dengan menggunakan kelengkapan sarana dan prasaran di wilayah pesisir tersebut. Wilayah yang menjadi objek penelitian ini adalah 16 kecamatan di Kabupaten Jepara. Selain itu, para peneliti juga menggunakan metode analisis Analytic Hierarchy Process (AHP) yang digunakan untuk menganalisis persepsi para stakeholder mengenai pengembangan kawasan wilayah pesisir di Kabupaten Jepara.
5.                  Fokus Penelitian
            Fokus Penelitian yang terdapat pada jurnal ini adalah dimana para peneliti melakukan analisis untuk mengetahui lebih dalam lagi perkembangan wilayah berdasarkan ketersediaan sarana dan prasarana dan juga para peneliti ingin mengetahui lebih dalam lagi untuk mendapatkan informasi mengenai persepsi stakeholder  mengenai pengembangan kawasan wilayah pesisir di Kabupaten Jepara. Dimana para peneliti mengharapkan analisis yang dilakukan dapat mampu merumuskan arahan pengembangan kawasan wilayah pesisir di Kabupaten Jepara.
6.                  Hasil Penelitian dan Kesimpulan
            Setelah melakukan analisis maka didapatkan hasil anaslisi dengan menggunakan metode skalogram yang menunjukkan kisaran nilai Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) anatar 31.80 – 85.65. Dimana kecamatan yang mempunyai hirarki paling tinggi, yaitu Kecamatan Kedung, Kecamatan Jepara, Kecamatan Keling dan Kecamatan Karimunjawa. Sedangkan untuk kecamatan yang mempunyai hirarki sedang, yaitu Kecamatan Tahunan, Kecamatan Bangsri dan Kecamatan Donorojo. Pada kecamatan yang mempunyai hirarki rendah, yaitu Kecamatan Mayong, Kecamatan Welahan, Kecamatan Nalumsari, Kecamatan Pecangaan, Kecamatan Kalinyamatan, Kecamatan Mlonggo, Kecamatan Pakis Aji, Kecamatan Batealit dan Kecamatan Kembang. Wilayah kecamatan yang memiliki tingkat perkembangan wilayah tinggi dan sedang di Kabupaten Jepara berada di kecamatan pesisir. Hal ini dikarenakan banyaknya penduduk yang tinggal di wilayah pesisir sehingga membutuhkan fasilitas pelayanan yang lebih bila dibandingkan dengan kecamatan pedalaman. Wilayah pesisir Kabupaten Jepara juga menjadi pusat dari kegiatan perekonomian seperti kegiatan perdagangan, industri pengolahan, perikanan tangkap, perikanan budi daya, transportasi laut dan pariwisata bahari.
            Dari hasil analisis persepsi stakeholder, menempatkan pariwisata bahari menjadi prioritas utama yang dikembangkan dengan skor 0.297. Kecamatan Karimunjawa, Kecamatan Jepara dan Kecamatan Mlonggo merupakan wilayah yang telah mengembangkan pariwisata bahari secara komersial. Prioritas persepsi stakeholder menempatkan kawasan IV (Kecamatan Karimunjawa) skor tertinggi untuk dikembangkan (0.307). Kegiatan pariwisata bahari berkembang di wilayah kecamatan pesisir, antara lain Kecamatan Jepara, Kecamatan Mlonggo, Kecamatan Tahunan, Kecamatan Bangsri dan Kecamatan Karimunjawa melalui pengembangan wisata pantai. Sarana dan prasarana penunjang pariwisata yang berkembang terdiri atas hotel, rumah makan, dan tourist information centre. Kecamatan Jepara menjadi wilayah paling lengkap dalam menyediakan sarana prasarana penunjang pariwisata dikarenakan di wilayah ini objek pariwisata pantai telah dikelola secara baik.
            Pengembangan kawasan pesisir juga perlu didukung oleh ketersediaan infrastruktur yang mendukung kegiatan sektor perikanan dan kelautan sebagai sumber mata pencaharian masyarakat pesisir. Salah satu infrastruktur pendukung sektor perikanan dan kelautan yaitu TPI. Keberadaan TPI dianggap penting bagi perekonomian wilayah Kabupaten Jepara sehingga pemerintah daerah meakukan upaya perbaikan fungsi TPI dengan memperbaiki fasilitas gedung TPI, melakukan pengerukan muara sungai untuk memperlancar arus kapal, membangun fasilitas docking dan kolam pelabuhan serta memperbaiki jalan produksi menuju TPI. Hasil analisis skalogram menunjukkan Kecamatan Karimunjawa memiliki tingkat perkembangan wilayah tinggi berdasarkan ketersediaan sarana dan prasaran wilayah. Kegiatan pariwisata bahari juga berkembang pada kecamatan ini. Sarana dan prasarana pendukung kegiatan pariwisata di kawasan pesisir yang tersedia berupa sarana hotel dan homestay, dua pelabuhan penyeberangan di Karimunjawa dan Menujan serta satu bandara untuk pesawat terbang perintis. Pengembangan kawasan pesisir ke depan dititikberatkan pada pengembangan kegiatan potensial berdasarkan potensi lokal yang dimiliki.
Kritik dan Saran Teerhadap Jurnal
1.                  Relevansi Pertanyaan Penelitian dan Pembahasan yang disajikan
            Relevansi pertanyaan penelitian sudah sangat berhubungan satu sama lain, dimana para peneliti sudah dapat menjawab tujuan yang disebutkan diawal yaitu untuk analisis untuk mengetahui lebih dalam lagi perkembangan wilayah berdasarkan ketersediaan sarana dan prasarana dan juga para peneliti ingin mengetahui lebih dalam lagi untuk mendapatkan informasi mengenai persepsi stakeholder  mengenai pengembangan kawasan wilayah pesisir di Kabupaten Jepara. Menurut pandangan saya, saya masih kurang paham dengan analisis yang digunakan. Saya juga tidak bisa memahami hasil dari analisis dikarenakan kata-kata yang digunakan seperti terulang kembali secara terus menerus.
2.                  Metode yang digunakan
            Metode yang digunakan dengan skalogram menurut saya sudah tepat dikarenakan kita dapat melihat sendiri kecamatan-kecamatan mana saja yang memilki karakteristik yang sama. Tetapi menurut saya, mengenai analisis persepsi stakeholder yang digunakan sudah tepat dan sudah sesuai sasaran yang dituju.
3.                  Bandingan dengan Jurnal
            Adapun perbandingan anatara jurnal yang direview dengan jurnal yang lainnya terkait dengan wilayah pesisir. Jurnal penelitian yang lain yang digunakan sebagai pembanding yaitu “Kajian Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir Kabupaten Bone Bolango yang Berwawasan Lingkungan (Studi Kasus Desa Botubarani dan Desa Huangobotu) yang ditulis oleh Abdul Rasid Salim, Hartuti Pernaweni dan Wahyu Hidayat. Terdapat perbedaan isi dijurnal ini dimana pada jurnal yang kedua ini terdapat sebuah tinjauan pustaka yang bisa dapat dipahami terlebih dahulu oleh pembaca sedangkan pada jurnal yang saya review tidak terdapat tinjauan pustaka. Pada jurnal kedua juga tidak terlalu menggunakan banyak kalimat-kalimat sehingga para pembaca menyukainya. Tetapi dalam memperoleh data, kedua jurnal ini mempunyai kesamaan yang sama dimana sama-sama menggunakan kuisioner. Dalam tahapan analisis, kedua jurnal ini memiliki teknik analisis yang berbeda dimana jurnal kedua menggunakan analisis deskriptif dan menggunakan analisis SWOT (strengths,weakness,opportunities, threaths). Dalam menjelaskan pembahasan juga jurnal kedua ini lebih mudah dipahami dibandingkan dengan jurnal yang direview sehingga para pembaca dapat dengan mudah mengerti tujuan, proses analisis sampai ke pembahasan yang diberikan oleh peneliti.
4.                  Kelebihan dan Kelemahan
            Dalam jurnal yang direview ini terdapat beberapa hal yang menjadi kelebihan dan kelemahan yang terdapat pada jurnal. Untuk kelebihan jurnal ini sendiri, dimana terdapat peta yang merupakan hasil dari analisis skalogram yang digunakan oleh para peneliti. Peta tersebut juga mempunyai warna yang berbeda berdasarkan hasil analisis atau hirarki kecamatan yang sama. Kelebihan selanjutnya, para peneliti juga menganalisis untuk alternatif pengembangan kawasan pesisir di kabupaten tersebut dan juga para peneliti menampilkan peta yang isinya merupakan arahan pengembangan kawasan pesisir di kabupaten tersebut sehingga para pembaca jurnal akan lebih mudah tertarik dengan adanya gambar yang warna-warni ini. Tetapi jurnal ini juga memiliki kelemahannya, dimana terdapat beberapa bahasa yang digunakan oleh para peneliti kurang dimengerti oleh orang yang bukan ahli dibidangnya dan juga sering terdapat kalimat yang maksud inti dari kalimat tersebut sama sehingga terkesan berulang-ulang.
5.                  Manfaat Hasil Penelitian
            Manfaat jurnal yang direview ini dapat memberikan hasil peneliian yang dapat digunakan oleh pemerintah setempat untuk mengembangkan potensi daerah yang sudah dimiliki oleh daerah tersebut. Pemerintah juga akan mengetahui bahwa masih terdapatnya daerah-daerah yang pembangnan infrastrukturnya masih belum merata pada kabupaten tersebut. Dan juga penelitian ini dapat menambah pengetahuan kita bahwa terdapat  sebuah daerah yang memiliki sektor pariwisata bahari yang dapat kita nikmati tanpa harus kita pergi ke luar negeri. Pemerintah juga akan tersadar bahwa pembangunan infrastruktur itu sangatlah penting yang dapat mempengaruhi perkembangan wilayah itu sendiri. Sehingga dalam hal ini sangat menginginkan sekali akan kesadaran pemerintah didaerah-didaerah pedalaman yang selama ini masih belum mendapatkan keadilan yang sama dalam hal pembangunan infrastruktur itu.

Penutup
1.                  Opini
Menurut opini saya terhadap jurnal ini yaitu jurnal ini sudah sangat cukup baik untuk bisa dibagikan kepada masyarakat. Jurnal ini memiliki metode penelitian yang sudah sangat tepat dan sudah sesuai dengan sasaran yang dituju. Bahasaya yang digunakan peneliti juga sedikit kurang saya mengerti. Apabila penulis jurnal atau peneliti tersebut ingin melanjutkan penelitiannya itu juga sangat baik karena penelitian yang diangkat cukup menarik perhatian. Hanya saja para peneliti terlalu banyak kalimat pembukaan dibagian pendahuluan yang dapat menyebabkan para pembaca jurnal tersebut manjadi tidak ingin membaca yang pada kenyataannya kalimat-kalimat tersebut sangatlah penting.

2.                  Rekomendasi
Jika mau melakukan penelitian lebih lanjut tentang hal yang sama pada jurnal ini maka perlu untuk memperhatikan beberapa hal, sebagai berikut:
1.      Metode penelitian yang digunakan dapat menggunakan teknik keabsahan yaitu Triangulasi Metode dimana membandingkan antara informasi yang didapat dengan data yang ada untuk lebih dalam dalam mengenali informasi-informasi tententu yang belum didapatkan dan perlu mengecek kebenaran informasi tersebut.
2.      Melibatkan pihak-pihak terdekat dengan permasalahan yang terjadi untuk mengenali permasalahan yang ada bersumber dari mana, dan dapat pula mengetahui apa saja yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan relokasi.



DAFTAR PUSTAKA
Hapsari Ekosafitri, Kurniawati . Ernan Rustiadi . Fredinan Yulianda . 2017 . “Pengembagan Wilayah Pesisir Pantai Utara Jawa Tengah Berdasarkan Infrastruktur Daerah : Studi Kasus Kabupaten Jepara” . Bogor: Institut Pertanian Bogor
Rasid Salim, Abdul . Hartuti Purnaweni . Wahyu Hidayat . 2011 . “Kajian Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir Kabupaten Bone Bolango yang Berwawasan Lingkungan Studi Kasus Desa Botubarani dan Desa Huangobotu”. Jurnal Lingkungan Hidup

Selasa, 20 Maret 2018


DAMPAK KEBERADAAN KAWASAN PARIWISATA KONSERVASI HUTAN
MANGROVE TONGKE – TONGKE SINJAI BAGI KEBERADAAN PENDUDUK DAN LINGKUNGAN SEKITAR
Oleh : Sandra Alma Rosita (08161074)
            Hutan Mangrove merupakan salah satu dari kekayaan sumberdaya alam di Indonesia dan harus dikelola dengan baik. Hutan mangrove juga merupakan suatu ekosistem yang mempunyai peranan penting yang ditinjau dari sisi ekologis maupun aspek sosial ekonomi. Hutan mangrove adalah tipe hutan yang ditumbuhi dengan pohon bakau (mangrove) yang khas dan terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove mempunyai fungsi ganda dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan siklus biologi di suatu perairan. Sebagai suatu ekosistem dan sumberdaya alam, pemanfaatan mangrove diarahkan untuk kesejahteraan manusia dan untuk mewujudkan pemanfaatannya agar dapat berkelanjutan, maka ekosistem mangrove perlu dikelola dan dijaga keberadaannya.
            Menurut Biro Humas Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, Indonesia mempunyai luas hutan mangrove sebesar 3.489.140,68 Ha pada tahun 2016. Dari luas tersebut, diketahui bahwa seluas 1.671.160,65 Ha dalam kondisi baik, sedangkan areal sisnya seluas 1.817.999,93 Ha dalam kondisi rusak. Kondisi dilapangan memperlihatkan bahwa mangrove saat ini tengah menghadapi tantangan utama berupa alih fungsi lahan untuk berbagai kepentingan seperti tambak, pemukiman, perkebunan, industry dan infrastruktur pantai atau pelabuhan yang seringkali mengorbankan keberadaan mangrove. Kesadaran masyarakat akan pentingnya hutan mangrove masih kurang dan adanya limbah rumah tangga dan tumpahan minyak yang dapat memperburuk keberadaan ekosistem mangrove.      
 Ekosistem ini memiliki peranan ekologi, sosial-ekonomi, dan sosial-budaya yang sangat penting. Fungsi ekologi hutan mangrove meliputi tempat sekuestrasi karbon, remediasi bahan pencemar, menjaga stabilitas pantai dari abrasi, intrusi air laut, dan gelombang badai, menjaga kealamian habitat, menjadi tempat bersarang, pemijahan dan pembesaran berbagai jenis ikan, udang, kerang, burung dan fauna lain, serta pembentuk daratan. Fungsi sosial-ekonomi hutan mangrove meliputi kayu bangunan, kayu bakar, kayu lapis, bagan penangkap ikan, dermaga, kayu untuk mebel dan kerajinan tangan, atap huma, bahan obat, gula, alkohol, asam asetat, protein hewani, madu, karbohidrat, dan bahan pewarna, serta memiliki fungsi sosial-budaya sebagai areal konservasi, pendidikan, ekoturisme dan identitas budaya.
Pelestarian merupakan kegiatan/upaya, termasuk didalamnya pemulihan dan penciptaan habitat dengan mengubah sistem yang rusak menjadi yang lebih stabil. Pemulihan merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan suatu ekositem atau memperbaharuinya untuk kembali pada fungsi alamiahnya. Namun demikian, pelestarian mangrove sering diartikan secara sederhana, yaitu menanam mangrove atau membenihkan mangrove lalu menanamnya tanpa adanya penilaian yang memadai dan evaluasi terhadap keberhasilan penanaman dan level ekosistem (Sunito,2012).
Kawasan Konservasi Hutan Mangrove Tongke – Tongke berada di Desa Tongke – Tongke, Kecamatan Sinjai Timur, Kabupaten Sijnai, Sulawesi Selatan. Kawasan konservasi ini memiliki luas ± 17 hektar serta memiliki keragaman flora dan fauna yang terdapat di kawasan hutan mangrove tersebut. Kawasan ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tempat mencari sumber kehidupan dan tempat pariwisata. Selain sebagai kawasan konservasi yang bertujuan untuk menjaga dan melestarikan ekosistem mangrove sendiri, hutan mangrove Tongke – Tongke ini juga merupakan kawasan perlindungan bagi flora dan fauna didalamnya. Beragam jenis vegetasi tumbuh di kawasan hutan mangrove ini seperti jenis – jenis bakau (Ryzhopora mucnorata sp), Avicenia sp, dan Nipa Fructians, dan juga terdapat jenis – jenis fauna yang berada di dalamnya seperti serangga, ular pohon, kelelawar, burung bangau, burung belibis dan fauna lautan seperti tiram, ikan, kepiting bakau dan udang.
Kawasan konservasi hutan mangrove Tongke – Tongke ini juga dijasikan sebagai kawasan pariwisata bagi masyarakat Kota Sinjai. Hal ini dikarenakan pada kawasan ini memiliki banyak titik – titik menarik serta menawarkan keindahan dari hutan mangrove tersebut. Untuk menambah daya Tarik wisata, pada kawasan ini juga disediakan jembatan kokoh yang terbuat dari kayu ulin dan membentuk lorong – lorong panjang yang saling terhubung satu sama lain. Meskipun telah dimanfaatkan dengan baik serta mempertahankan nilai ekologinya, hutan mangrove Tongke – Tongke Sinjai ini nyatanya tidak terlepas dari masalah lainnya. Masalah – masalah tersebut diakibatkan oleh ulah manusia. Berkurangnya minat dan partisipasi masyarakat dalam mengelola mangrove tersebut mengakibatkan kawasan tersebut akhirnya menjadi tidak terawat. Jembatan dari ulin yang menjadi fasilitas untuk berjalan sudah tidak terawat lagi bahkan beberapa bagian jembatan ada yang lepas dan goyang sehingga tidak dapat digunakan kembali. Bahkan dari sumber berita yang di dapat, banyak pedagang yang menggelar jualannya di pusat informasi mangrove yang menyebabkan pengunjung yang ingin membaca informasi tetang hutan mangrove Tongke – Tongke dan mengabadikan gambar di tempat ini terhalang oleh barang dagangan dan meja serta kursi milik pedagang.
            Perlu adanya upaya dari pemerintah dalam menangai permasalahan pada Hutan Mangrove Tongke – Tongke yang berada di Sinjai yang dapat berupa tindakan – tindakan yang tegas agar mangrove tersebut dapat terjaga. Pertama yaitu penanaman mangrove dimana cara ini mencangkup penentuan lokasi penanaman, pemilihan jenis pada setiap tapak, persiapan lahan dan cara penanaman. Kedua yaitu konservasi hutan mangrove, dari tindakan ini pemerintah berharap agar tidak adanya lagi penebangan hutan mangrove karena pelestariannya yang kita harus jaga. Dengan melakukan konservasi hutan mangrove ekosistem lingkungan mangrove akan terjaga kelestariannya serta dengan banyaknya dampak postif yang dirasakan oleh masyarakat itu sendiri dalam penyangga kehidupan mereka. Selanjutnya adalah rehabilitasi hutan mangrove dimana rehabilitasi ini melalui penanaman kembali ekosistem mangrove yang telah rusak. Dengan menanam tumbuhan mangrove diharapkan agar dapa mencegah abrasi  pantai oleh gelombang pasang yang menjangkau dan merusak rumah mereka. (Raman dkk, 2015)

Gambar 1 kondisi eksisting tampak atas Hutan Mangrove Tongke – Tongke Sijai
Sumber : makassar.tribunnews.com


Gambar 2 kondisi eksisting Hutan Mangrove Tongke – Tongke Sijai
Sumber : mongabay.co.id



Gambar 3 kondisi eksisting Hutan Mangrove Tongke – Tongke Sijai yang digunakan untuk berdagang bagi masyarakat sekitar
Sumber : sijai.info


Gambar 4 kondisi eksisting Hutan Mangrove Tongke – Tongke Sijai yang kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah
Sumber : mongabay.co.id


DAFTAR PUSTAKA
Admin . “Pengunjung Mulai Tak Nyaman Berkunjung ke Mangrove Tongke – Tongke” . 9 Januari 2017
Candra, Wahyu . “Redupnya Pesona Mangrove Tongke – Tongke”. 28 Februari 2015
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Sinjai . “Hutan Mangrove Tongke – Tongke Sinjai Sulawesi Selatan” . 29 Mei 2017
Firmansyah . “Pengembangan Obyek Wisata Mangrove Tongke – Tongke” . 26 September 2016
Raman, Ihyani Malik, Hamrun . “Kemitraan Pemerintah Daerah dengan Kelompok Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Mangrove di Desa Tongke – Tongke Kabupaten Sinjai” . 2 Oktober 2015


Selasa, 23 Mei 2017

PENTINGNYA PROGRAM KELUARGA BERENCANA (KB) GUNA MENGURANGI TINGKAT FERTILITAS DAN MORTALITAS



PENTINGNYA PROGRAM KELUARGA BERENCANA (KB) GUNA MENGURANGI TINGKAT FERTILITAS DAN MORTALITAS
Penulis : Sandra Alma Rosita
Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Kalimantan
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar dan menempati urutan keempat dalam daftar negara dengan penduduk terbesar di dunia. Tingginya populasi penduduk ini seiring berjalan dengan berbagai persoalan kependudukan. Selain itu, keberagaman suku, ras, agama, dan adat istiadat juga menjadi kendala dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi. Hal ini menimbulkan berbagai macam masalah lain. Untuk itu, pemerintah mencanangkan program Keluarga Berencana (KB) yaitu program pembatasan jumlah anak yakni dua untuk setiap keluarga. Program KB di Indonesia mengalami kemajuan yang cukup pesat dan diakui keberhasilannya di tingkat Internasional. Hal ini terlihat dari angka kesertaan ber-KB meningkat dari 26% pada tahun 1980, menjadi 50% pada tahun 1991, dan terakhir menjadi 57% pada tahun 1997.
Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama bagi wanita, meskipun tidak selalu diakui demikian. Peningkatan dan perluasan pelayanan keluarga berencana merupakan salah satu usaha untuk menurunkan angka kematian ibu yang sedemikian tinggi akibat kehamilan yang dialami oleh wanita. Banyak wanita harus menentukan pilihan kontrasepsi yang sulit, tidak hanya karena terbatasnya jumlah metode yang tersedia tetapi juga karena metode-metode tertentu mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan kebijakan nasional KB, kesehatan individual dan seksualitas wanita atau biaya untuk memperoleh kontrasepsi (Depkes RI, 1998).
Kepadatan penduduk yang terjadi tentu saja menjadi suatu masalah bagi negara Indonesia yang perlu diperhatikan oleh pemerintah sehingga banyak upaya yang dipilih atau diprogramkan oleh pemerintah Indonesia untuk mengurangi kepadatan penduduk tersebut dengan cara melakukan program Keluarga Berencana atau dikenal dengan singkatan KB.
            Meskipun program ini sudah berjalan sejak lama, namun dalam pelaksanaannya kurang maksimal, terlihat dengan banyaknya instansi atau lembaga yang berhubungan dengan program KB tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Namun, akhir-akhir ini program KB sudah mulai digalakkan kembali dengan hadirnya lembaga terkait ke tengah-tengah masyarakat. Program ini sangat baik jika dalam pelaksanaannya dapat terwujud dengan baik. Karena secara umum program ini bertujuan untuk  mengurangi  ledakan penduduk  yang  diperkirakan  akan  meningkat  setiap tahunnya. Peran lain program KB adalah untuk memberikan kehidupan yang lebih baik, di sinilah kehadiran program KB menjadi kebutuhan yang utama ketika ancaman ledakan penduduk menimpa Bangsa ini.
Program KB menjadi pilihan yang sangat tepat untuk membatasi jumlah anak dalam suatu keluarga secara umum agar dapat mengurangi jumlah angka kelahiran yang tinggi. Selain itu, cara lain yang dapat dilakukan untuk mengimbangi ledakan jumlah penduduk adalah penambahan dan penciptaan lapangan kerja, meningkatkan kesadaran dan pendidikan kependudukan, mengurangi kepadatan penduduk dengan program transmigrasi, dan meningkatkan produksi.
Program KB yang digalakkan oleh pemerintah Indonesia memiliki banyak tujuan yang sangat baik dan berguna bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. Adapun tujuan dari dilaksanakannya program KB antara lain:
1.      Membentuk keluarga kecil yang sejahtera dan sesuai dengan kekuatan ekonomi yang dimiliki oleh keluarga tersebut. Perencanaan jumlah anak dan pengaturan jarak kelahiran adalah cara untuk mendapatkan keluarga kecil dan bahagia.
2.      Mencanangkan keluarga kecil dengan 2 anak, mencegah terjadinya pernikahan di usia dini serta peningkatan kesejahteraan keluarga Indonesia.
3.      Menekan angka kematian ibu dan bayi akibat hamil di usia yang terlalu muda atau terlalu tua serta memelihara kesehatan alat reproduksi.
4.      Menekan jumlah penduduk serta menyeimbangkan jumlah kebutuhan dengan jumlah penduduk di Indonesia.
Program Keluarga Berencana (KB) mempunyai banyak keuntungan. Salah satunya adalah dengan mengkonsumsi pil kontrasepsi dapat mencegah terjadinya kanker uterus dan ovarium. Bahkan dengan perencanaan kehamilan yang aman, sehat dan diinginkan merupakan salah satu faktor penting dalam upaya menurunkan angka kematian maternal. Ini berarti program tersebut dapat memberikan keuntungan ekonomi dan kesehatan.
Program KB menentukan kualitas keluarga, karena program ini dapat menyelamatkan kehidupan perempuan serta meningkatkan status kesehatan ibu terutama dalam mencegah kehamilan tak diinginkan, menjarangkan jarak kelahiran mengurangi risiko kematian bayi. Selain memberi keuntungan ekonomi pada pasangan suami istri, keluarga dan masyarakat, KB juga membantu remaja mangambil keputusan untuk memilih kehidupan yang lebih baik dengan merencanakan proses reproduksinya.
Program KB juga dapat menurunkan tingkat fertilitas yang tinggi tak jarang terdapat kasus dimana juga terdapat kematian sang ibu pada saat kehamilan ataupun pada saat proses melahirkan. Tetapi  pada kenyataannya, program KB ini belum sepenuhnya dilaukan oleh warga Indonesia. Kurangnya sosialisasi tentang pengetahuan program KB ini menyebabkan masih terdpatnya keluarga yang memiliki jumlah anak leih dari 2. Kebanyakan masyarakat Indonesia yang berada di pedesaan masih beranggapan bahwa banyak anak banyak rezeki, padahal di zaman seperti sekarang yang sudah maju maka harus diimbangi dengan pemikiran yang maju juga.
Oleh karena itu, program KB ini dapat mengatasi ledakan jumlah penduduk menjadi bisa minimalis sehingga angka kemiskinan dan pengangguran dapat ditekan se-minimal mungkin tetapi dengan lebih giat melakukan sosialisasi yang lebih giat agar Indonesia tidak makin bertambah populasi penduduknya. Jika angka kemiskinan dan pengangguran berkurang otomatis kesempatan dan akses masyarakat terhadap kesehatan dan pendidikan benar-benar dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia dan pada gilirannya kesejahteraan yang dicita-citakan para pendiri bangsa ini akan terwujud.







Referensi :
Depkes RI, 2000. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil Dalam Konteks Keluarga. Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan, Jakarta

Selasa, 20 Desember 2016

PENTINGNYA RUANG TERBUKA HIJAU DI PERKOTAAN



PENTINGNYA RUANG TERBUKA HIJAU DI PERKOTAAN




Disusun oleh:
Nama : Sandra Alma Rosita
NIM : 08161074




TUGAS INDIVIDU
TEKNIK KOMUNIKASI ILMIAH
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
JURUSAN TEKNOLOGI SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI KALIMANTAN
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul “Pentingnya Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan”. Teknik penyusunan dibuat ringkas, padat, proporsional, dan mudah dipahami.
Penyusunan karya tulis ilmiah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknik Komunikasi Ilmiah, dan penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Cut Keumala Banaget selaku dosen pembimbing mata kuliah Teknik Komunikasi Ilmiah.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini memiliki banyak kekurangan, baik dalam isi maupun sistematikanya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan wawasan. Oleh sebab itu, semua kritik dan saran yang membangun akan diterima dengan penuh ucapan terima kasih untuk menyempurnakan karya tulis ini.
Semoga karya tulis ilmiah ini memberi manfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Balikpapan, 14 November 2016
Sandra Alma Rosita
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………..... i
Daftar Isi .............................................................................................................. ii
Daftar Tabel ……………………………………………………………………. iii
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1. Latar belakang ............................................................................................... 1
1.2. Rumusan masalah........................................................................................... 1
1.3. Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2
1.4. Manfaat Penulisan ......................................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3
2.1 Ruang Terbuka Hijau ...................................................................................... 3
2.2 Jenis Ruang Terbuka Hijau ............................................................................. 5
2.3 Fungsi Ruang Terbuka Hijau .......................................................................... 6
2.4 Bentuk dan Struktur Ruang Terbuka Hijau .................................................... 8
BAB 3. PEMBAHASAN ................................................................................... 9
3.1 Pengaruh Adanya Ruang Terbuka Hijau Terhadap Pencemar Udara ............. 9
3.2 Peranan Ruang Terbuka Hijau ...................................................................... 10
3.2.1 Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan ................................................. 12
3.2.2 Peran Masyarakat dalam Pemanfaatan RTH ............................................... 12
BAB 4. PENUTUP .............................................................................................. 14
4.1 Kesimpulan .................................................................................................. .14
4.2 Saran ............................................................................................................. .14
Daftar Pustaka ………………………………………………………………… 16
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 ………………………………………………………………..... 3

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap kota di Indonesia memiliki jumlah penduduk yang tiap tahun semakin meningkat, contohnya Kota Balikpapan. Jumlah penduduk di Kota Balikpapan pada tahun 2012 mencapai 557,579 jiwa berdasarkan data yang tercatat di Badan Pusat Statistik (BPS). Setiap penduduk pasti membutuhkan tempat tinggal yang layak, tempat untuk bekerja serta fasilitas umum penunjang lainnya.
Semakin banyak jumlah penduduk di Kota Balikpapan memicu berkurangnya Ruang Terbuka Hijau (RTH). Menurut Pemerintah Kota Balikpapan, saat ini terdapat 20 kawasan Ruangan Terbuka Hijau dan seiring dengan perkembangan Kota Balikpapan, Ruang Terbuka Hijau mulai tertutup oleh bangunanan yang sangat kompleks. Hal tersebut juga diperburuk oleh lemahnya penegakan hukum dan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap aspek penataan ruang kota.
Ruang Terbuka Hijau merupakan suatu bentuk pemanfaatan lahan pada satu kawasan yang diperuntukan untuk penghijauan dapat berupa lahan yang belum dibangun atau sebagian besar belum dibangun di wilayah perkotaan yang mempunyai nilai untuk keperluan taman dan rekreasi. Manfaat Ruang Terbuka Hijau bagi warga adalah sebagai „paru-paru‟ kota atau wilayah karena tumbuhan dan tanaman hijau dapat menyerap karbon dioksida (CO2), menambah oksigen, menurunkan suhu dengan keteduhan dan kesejukan tanaman, menjadi area resapan air, serta meredam kebisingan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
a. Apakah masalah di perkotaan yang memicu pada permasalahan lingkungan serta bagaimana dampaknya?
b. Apa yang dimaksud dengan Ruang Terbuka Hijau bagaimana perannya dalam kehidupan khususnya daerah perkotaan?
c. Bagaimana ruang terbuka hijau dapat meminimalisir efek buruk dari gas-gas beracun pencemar udara?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut.
a. Untuk mengetahui masalah di perkotaan yang memicu permasalahan lingkungan dan mengetahui dampaknya.
b. Untuk mengetahui pentingnya ruang terbuka hijau di perkotaan.
c. Untuk mengetahui cara ruang terbuka hijau meminimalisir efek buruk dari gas-gas beracun pencemar udara.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat dari karya tulis ini adalah sebagai solusi dari permasalahan lingkungan di daerah perkotaan serta pentingnya peran Ruang Terbuka Hijau (RTH) dalam berbagai aspek bagi kehidupan masyarakat kota.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ruang Terbuka Hijau
Didalam Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, perencanaan tata ruang kota harus memuat rencana penyadiaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau yang luas minimalnya sebesar 30% dari luas wilayah kota.
Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau selain dimuat dalam RTRW kota, RTRD kota atau RTR kawasan strategis kota juga dimuat dalam RTR Kawasan Perkotaan yang merupakan rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten.
Adapun ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau diatur dalam pedoman rencana penyediaan dan pemanfaatan RTH dalam RTR kawasan perkotaan yang dimuat dalam Peraturan Mentri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008.
Keberadaan Ruang Terbuka Hijau khususnya RTH yang publik di wilayah perkotaan sangatlah penting. Apabila ruang terbuka hijau tidak tersedia disuatu perkotaan maka bencana ekonomi semakin tinggi. Perkembangan pertumbuhan perkotaan disertai dengan ahli fungsi lahan yang sangat pesat, telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang dapat menurunkan daya dukung lahan dalam menopang kebutuhan masyarakat dikawasan perkotaan sehingga perlu dilakukannya upaya untuk menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan melalui penyediaan ruang terbuka hijau yang memadai.
Adapun luas kebutuhan ruang terbuka hijau berdasarkan jumlah penduduk seperti pada tabel 2.1 berikut ini :
Tabel 2.1 Penyediaan RTH berdasarkan Jumlah Penduduk
No
Unit Lingkungan
Tipe RTH
Luas minimal/ unit (m2)
Luas minimal/ kapasitas (m2)
Lokasi
1
250 Jiwa
Taman RT
250
1,0
Di tengah lingkungan RT
2
2500 Jiwa
Taman RW
1.250
0,5
Di pusat kegiatan RW
3

30.000 Jiwa
Taman Kelurahan
9.000
0,3
Dikelompokan dengan sekolah/pusat kelurahan
4


120.000 Jiwa
Taman Kecamatan


Pemakaman
24.000



disesuaikan
0,2



1,2
Dikelompokan dengan sekolah/ pusat kecamatan
Tersebar
5
480.000 Jiwa
Taman Kota

Hutan Kota


Untuk fungsi-fungsi tertentu
144.000

Disesuaikan


disesuaikan
0,3

4,0


1,25
Di pusat wilayah kota
Di dalam/ kawasan pinggiran

Disesuaikan dengan kebutuhan
Sumber: Permen PU No. 05/PRT/M/2008

Pelaksanaan kegiatan penyediaan ruang terbuka hujau diwilayah perkotaan harus mengacu kepada dasar hokum yang berlaku. Peraturan Mentri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan menyebutkan bahwa Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat RTHKP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rencana tata ruang wilayah propinsi dan kabupaten/kota. RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetik. Luas ideal RTHKP minimal 20% dari luas kawasan perkotaan.
Ruang terbuka hijau publik dapat dimanfaatkan secara maksimal agar tercipta kawasan perkotaan yang ideal. Khususnya untuk masyarakat di wilayah perkotaan dapat memanfaatkan keberadaan ruang terbuka hijau publik sebagai salah satu media untuk rekreatif, edukatif atau sosial. Mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 Penyelenggaraan ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan, ditujukan untuk tiga hal, yaitu : 1) menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air, 2) menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan
yang berguna bagi kehidupan masyarakat, dan 3) meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman lingkungan yang aman, nyaman, segar, indah dan bersih.
Hal yang perlu diperhatikan dalam penyediaan ruang terbuka hijau adalah luasan ruang terbuka hijau itu sendiri. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007, tentang Penataan Ruang, khususnya pada Pasal 29 Ayat 1 dan 2 yang menyebutkan bahwa proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota dan proporsi untuk ruang terbuka hijau public pada wilayah kota paling sedikit 20% dari luas wilayah kota.
2.2 Jenis Ruang Terbuka Hijau
Dikawasan pusat kota umumnya terlihat lebih terawat dibandingkan dengan ruang terbuka hijau yang berada di pinggir kota ataupun yang jauh dari kawasan jalan protokol. Keadaan tersebut dapat dipahami mengingat keterbatasan tenaga pemelihara maupun terbatasnya alokasi dana yang tersedia.
Ruang terbuka hijau kota dibedakan menurut fungsi dan kegiatannya, antara lain :
Taman Monumen, merupakan ruang terbuka hijau yang diperuntukkan sebagai perletakan monumen atau patung perjuangan. Khusus taman monumen meliputi kegiatan pengisian benda-benda museum atau bersejarah.
Taman Jalur Hijau Jalan, merupakan ruang terbuka hijau yang terletak di median jalan yang cukup lebar sehingga memungkinkan untuk dibuat jalan. Taman tersebut bersifat pasif, karena memiliki keleluasaan yang cukup seringkali dimanfaatkan oleh sebagian warga masyarakat sebagai tempat kegiatan bermain sepak bola, yang pada akhirnya dapat
mengganggu kelancaran lalu lintas dan membahayakan keamanan lalu lintas.
Taman Rotonde, merupakan ruang terbuka hijau yang mempunyai luas bervariasi, yang terletak dipersimpangan jalan atau sebagai pulau-pulau jalan. Umumnya dapat dimanfaatkan sebagai taman pasif. Masalah yang dihadapi taman rotonde terutama jika terjadi keramaian ataupun unjuk rasa yang saat ini sedang marak, biasanya akan menjadi rusak.
Taman Lingkungan, adalah ruang terbuka hijau yang pada mumnya dikelilingi jalan, dengan bentuk lahan persegi, bulat ataupun oval. Pada umumnya taman lingkungan merupakan taman aktif yang dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan warga masyarakat untuk bersantai, olah raga, anak bermain. Mengingat terbatasnya lapangan olah raga, seringkali taman lingkungan menjadi ajang tempat bermain sepak bola.
Taman Bermain, lokasi dan bentuk umumnya sama dengan taman lingkungan, hanya karena fungsinya dikhususkan untuk bermain anak-anak, maka taman tersebut dilengkapi dengan elemen-elemen khusus untuk sarana bermain anak.
Taman Kantor, merupakan ruang terbuka hijau yang tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan kantor mengingat taman tersebut menjadi satu kesatuan dari kantor dan berfungsi sebagai ruang luar.
Taman Stren/Bantaran Sungai, merupakan ruang terbuka hijau yang sangat luas karena utamanya sebagai lahan pengaman berupa jalur hijau, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai taman rekreasi.
Lapangan Olah raga, merupakan ruang terbuka hijau yang dimanfaatkan sebagai sarana atau tempat olah raga bagi warga kota. Di kawasan pinggiran kota umumnya berasal dari tanah-tanah ex ganjaran di tingkat Kelurahan.
Taman Kampus, berfungsi sebagai ruang luar yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana rekreasi, olah raga, penghijauan dan pelestarian tanaman.
2.3 Fungsi Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka Hijau adalah area atau jalur dalam kota/wilayah yang penggunaannya bersifat terbuka. Dikatakan hijau karena RTH menjadi tempat tumbuhan tanaman baik secara alamiah ataupun yang sengaja ditanami. Ruang Terbuka Hijau memiliki banyak manfaat, diantaranya:
1. RTH memiliki fungsi ekologi
RTH merupakan paru-paru kota atau wilayah. Tumbuhan dan tanaman hijau dapat menyerap karbondioksida (CO2), menambah oksigen, menurunkan suhu dengan keteduhan dan kesejukan tanaman, menjadi area resapan air, serta meredam kebisingan.
2. RTH menjadi ruang tempat warga dapat bersilaturahmi dan berekreasi
Anak-anak mendapatkan ruang untuk bermain sehingga tidak terlalu banyak menghabiskan waktu didepan televisi atau video game. Masyarakat dapat berjalan kaki, berolahraga dan melakukan aktivitas lainnya.
3. RTH memiliki fungsi estetis
Kehadiran RTH memperindah pemukiman, komplek perumahan, perkantoran, sekolah, pusat perbelanjaan dan lain-lain. Bayangkan suasana kantor yang kering, sekolah yang panas, pemukiman yang gersang, pusat perbelanjaan yang hanya dipenuhi tembok dan tanaman artifisial. Bandingkan dengan kantor, sekolah, perumahan dan pusat perbelanjaan yang menghijau. Bukan saja hati dan perasaan jadi tenang, kepalapun bisa diajak berpikir lebih jernih dan kreatif.
4. RTH dalam tata kota memiliki fungsi planologi
Ruang Terbuka Hijau dapat menjadi pembatas antara satu ruang dengan ruang lainnya yang berbeda peruntukannya.
5. RTH memiliki fungsi pendidikan
Ruang Terbuka Hijau menjadi ruang tempat satwa dan tanaman yang bisa dijadikan sarana pembelajaran. Kalau anak-anak juga dilibatkan dalam pengelolaan RTH, mereka juga akan mendapat pelajaran soft kill yang penting dan mungkin tidak bisa didapatkan dibangku sekolah. Belajar berorganisasi dan menghayati milai-nilai luhur dari upaya menjaga kelestarian lingkungan. Ini menjadi bekal yang penting bagi mereka sebagai generasi penerus di masa depan.
6. RTH juga memiliki fungsi ekonomis
Jenis-jenis tanaman tertentu mempunyai nilai jual dan nilai konsumsi yang lumayan. Bunga, buah-buahan, kayu-kayuan. Apabila ditata dengan baik, RTH bukan saja menjadi lokasi wisata yang strategis, namun juga menghasilkan nilai ekonomi bagi pengelolanya. Oleh karena itu, keberadaan RTH dapat menyejahterakan masyarakat disekitarnya.
2.4 Bentuk dan Struktur Ruang Terbuka Hijau
Bentuk Ruang Terbuka Hijau secara umum terdiri dari bentuk-bentuk:
a. Konsentris
b. Terdistribusi
c. Hirarkhis
d. Linear
e. Mengikuti bentuk fisiografis
f. Jaringan
Berdasarkan bobot kealamiannya, Ruang Terbuka Hijau dapat diklasifikasikan dalam bentuk:
a. RTH alami (habitat liar/alami, kawasan lindung)
b. RTH non-alami atau RTH Binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olahraga, pemakaman)
Berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya, Ruang Terbuka Hijau dapat diklasifikasikan dalam bentuk:
a. RTH Kawasan (areal dan non linier)
b. RTH Jalur (koridor, linear)
Berdasarkan atas penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya, Ruang Terbuka Hijau dapat diklasifikasikan dalam bentuk:
a. RTH kawasan permukiman
b. RTH kawasan perdagangan
c. RTH kawasan perindustrian
d. RTH kawasan pertanian
e. RTH kawasan-kawasan khusus

BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Pengaruh Adanya Ruang Terbuka Hijau Terhadap Pencemar Udara
Ketidakseimbangan antara peningkatan jumlah zat-zat pencemar dengan berkurangnya RTH perkotaan seharusnya menjadi fokus utama dalam pembangunan daerah perkotaan guna menciptakan kesejahteraan bagi penduduknya. Hal tersebut menjadi penting karena semakin berkurangnya jumlah ruang terbuka hijau memicu banyak permasalahan lain sehingga menurunkan kenyamanan dan merusak ekologi perkotaan, seperti banjir, menurunnya ketersediaan air tanah, meningkatnya polusi udara dan suhu kota yang berakibat pada munculnya berbagai penyakit baru.
Dalam upaya menghadapi permasalahan ini, tindakan penanaman pohon di setiap lahan atau ruang terbuka yang tersisa adalah kunci utama yang dapat dan dengan mudah untuk segera dilakukan. Ruang terbuka hijau sebaiknya ditanami pepohonan yang mampu mengurangi polusi udara secara signifikan. Dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan disebutkan bahwa pengertian RTH adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Dan dalam undang-undang ini disyaratkan luas RTH minimal 30% dari luas wilayah (negara, provinsi, kota/kabupaten). Namun pada kenyataannya, hanya kurang lebih 10% hingga 20% dari keseluruhan luas perkotaan yang dapat dipertahankan sebagai ruang terbuka hijau. Dapat kita lihat, bahwa daerah perkotaan telah menjadi daerah komersil yang setiap jengkalnya dimanfaatkan untuk usaha dan pembangunan lainnya.
Ketersediaan RTH berperan dalam memasok O2, menyaring kotoran (debu jalanan, abu pabrik/rumah tangga), mereduksi beberapa zat pencemar udara seperti gas rumah kaca, membantu penyerapan air hujan, menjaga kesuburan tanah, membantu menghindari kebisingan, menciptakan kesejukan oleh
10
rimbunnya dedaunan serta suasana kota yang lebih indah dan nyaman. Keberadaan pohon harus diperhatikan melalui cara penyediaan RTH karena sebagaimana dijelaskan bahwa pohon memasok kebutuhan oksigen (O2). Melalui proses fotosintesis, tajuk pohon mengurangi kadar CO2 (hasil aktivitas manusia, pabrik, kendaraan bermotor) di udara dan menghasilkan O2 yang sangat diperlukan manusia.
Ruang Terbuka Hijau sangat berpengaruh terhadap gas-gas beracun. Jika tidak ada Ruang Terbuka Hijau maka gas-gas tesebut akan terus menerus mencemari lingkungan sekitar. Karena tidak adanya lagi Ruang Terbuka Hijau yang mampu menetralisir gas-gas beracun. Hal ini pasti akan mengganggu kesehatan masyarakat. Seperti sesak nafas, Infeksi Salauran Pernapasan Atas (ISPA), dan gangguan penrnapasan lainnya.
Pencemaran udara banyak ditimbulkan oleh asap-asap kendaraan, pembakaran hutan secara liar, dan asap dari limbah pabrik. Sangat sulit mengurangi polusi udara diperkotaan maka dari itu salah satu cara untuk dapat meminimalisirkan bahaya dari pencemaraan udara adalah dengan memanfaatkan fungsi dari Ruang Terbuka Hijau. Tidak adanya Ruang Terbuka Hijau maka tidak ada yang menyerap karbondioksida sehingga tidak ada yang menghasilkan oksigen. Hal ini dapat menyebabkan tidak teraturnya pernapasan.
3.2 Peranan Ruang Terbuka Hijau
Banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dari RTH, namun masih terlalu banyak khalayak yang belum menyadari hal ini. Pentingnya RTH bagi kehidupan telah dianaktirikan, padahal ini adalah faktor utama yang dapat menjamin keberlangsungan hidup yang bersih, sehat, nyaman dan indah. Jika zaman dahulu permukaan daratan masih berupa tanah dan bebatuan, berbeda dengan sekarang yang sangat susah menemukan tanah kosong. Jika zaman dahulu air hujan dapat segera terserap oleh akar-akar tumbuhan, berbeda dengan sekarang bahwa air lebih sering menggenang karena tidak ada aliran.
RTH daerah perkotaan sangatlah beragam. “RTH di perkotaan dapat berupa lapangan olahraga, hutan kota,taman kota, taman lingkungan perkotaan,atau kawasan dan jalur hijau sepanjang jalan” (Maniac 2011). Keberadaan mereka adalah sangat penting, khususnya dalam menjaga sirkulasi udara dan keterseiaan air tanah. Selain itu, RTH dapat menjadi pilihan lokasi kunjungan alternatif untuk sekedar melepas kepenatan di akhir pekan sekedar jalan atau lari pagi dan duduk-duduk besama keluarga dan teman. RTH menjadi solusi dalam merespon berbagai tantangan perubahan iklim yang berakibat pada banyak aspek dalam keberlangsungan hidup manusia khususnya masyarakat kota. Ruang Terbuka Hijau atau di singkat RTH mempunyai fungsi penting untuk kehidupan masyarakat terutama masyarakat perkotaan. Kondisi kawasan perkotaan yang padat penduduk, suhu yang panas, lalu lintas yang padat dan semrawut, serta industri membuat kenyamanan tinggal di perkotaan menjadi berkurang bahkan hilang. Keberadaan Ruang Terbuka Hijau di kawasan perkotaan dapat menjaga keseimbangan lingkungan, vegetasi yang ada di RTH dapat menyerap polusi udara dari asap pabrik dan kendaraan bermotor, mensuplai udara bersih dan segar, RTH juga mempunyai peran sebagai tempat peresapan air hujan untuk menjaga ekosistem air tanah untuk kebutuhan air bersih warga kota setiap hari.
Dalam peraturan ditentukan luasan Ruang terbuka hijau kawasan perkotaan adalah 30% yang terdiri dari 20% RTH publik dan 10% RTH privat, akan tetapi jika sebuah kota jumlah RTHnya sudah melebihi ketentuan itu maka harus dipertahankan, tidak perlu di kurangi menjadi 30% artinya itu justru lebih baik untuk menjaga ekologis kawasan. RTH publik melayani warga masyarakat di suatu wilayah dengan luasan tertentu, berisi vegetasi berupa tanaman-tanaman pelindung, rerumputan, tanaman perdu, tanaman bunga, atau bisa ditanami tanaman buah sehingga selain bisa di petik oleh warga tanaman buah juga bisa mengundang keberadaan burung yang akan menambah keasrian Ruang Terbuka Hijau. RTH juga dilengkapi dengan beberapa fasilitas seperti Jogging trek, gazebo-gazebo, penerangan, kamar mandi, tempat sampah, tempat duduk dan lain-lain sehingga RTH bisa di manfaatkan warga untuk berinteraksi dengan warga yang lain dengan suasana yang sejuk dan nyaman.
Sementara itu Ruang terbuka hijau privat bisa berbentuk RTH rumah, pertokoan, perkantoran, RTH Rukun tetangga (RT), RTH Rukun Warga (RW),

RTH kelurahan dan RTH kecamatan. RTH privat ini melayani warga yang berada/tinggal di wilayah itu saja atau penggunaannya terbatas. Namun peran RTH privat ini juga tak kalah pentingnya dengan RTH publik. RTH Privat dengan luasan yang tidak terlalu luas bisa di Tanami beberapa tanaman pelindung jika memungkinkan luasan tanahnya atau ditanami jenis-jenis tanaman bunga, obat-obatan atau rerumputan yang ditata rapi. Dengan adanya RTH privat ini suatu komplek perumahan akan terlihat hijau dan secara langsung akan menetralisir polusi sehingga udara akan menjadi segar. Untuk rumah yang sudah tidak ada sisa tanahnya maka tanaman bisa di letakkan di dalam Pot-pot tanaman dengan jenis-jenis tanaman pendek atau tanaman hias.
3.2.1 Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan
Pentingnya ruang terbuka hijau, dapat kita lihat dari fungsi dan manfaat yang dapat diambil darinya. Secara umum Ruang Terbuka Hijau mempunyai atau memiliki fungsi utama (intrinsik) yakni fungsi ekologis dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, fungsi sosial dan fungsi ekonomi.
Adapun fungsi dari penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan adalah
a. Pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan
b. Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara
c. Tempat perlindungan plasma nutfah dan keanekaragaman hayat
d. Pengendali tata air
3.2.2 Peran Masyarakat dalam Pemanfaatan RTH
Ternyata masih banyakyang memandang peran serta masyarakat semata-mata sebagai penyampaian informasi (public information), penyuluhan, bahkan sekedar alat public relation agar proyek tersebut dapat berjalan tanpa hambatan. Karenanya, peran serta masyarakat tidak saja digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan, tetapi juga digunakan sebagai tujuan (participation is an end itself).
1. Peran Masyarakat sebagai suatu Kebijakan
2. Peran Mayarakat sebagai Strategi
3. Peran Masyarakat sebagai Alat komunikasi
4. Peran Masyarakat sebagai Alat Penyelesaian Sengketa

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
a. Ruang terbuka hijau dapat meminimalisir efek buruk dari gas-gas beracun pencemar udara dengan cara menyaring kotoran (debu jalanan, abu pabrik/rumah tangga), mereduksi beberapa zat pencemar udara seperti gas rumah kaca, membantu penyerapan air hujan, menjaga kesuburan tanah, membantu menghindari kebisingan, menciptakan kesejukan oleh rimbunnya dedaunan serta suasana kota yang lebih indah dan nyaman. b. Ruang terbuka hijau adalah area yang memanjang berbentuk jalur dan atau area mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja di tanam. RTH memiliki peran dapat menjaga keseimbangan lingkungan, vegetasi yang ada di RTH dapat menyerap polusi udara dari asap pabrik dan kendaraan bermotor, mensuplai udara bersih dan segar, RTH juga mempunyai peran sebagai tempat peresapan air hujan untuk menjaga ekosistem air tanah untuk kebutuhan air bersih warga kota setiap hari.
4.2 Saran
Berikut ini adalah saran-saran yang diambil berdasarkan pembahasan mengenai RTH.
a. Perlu upaya tindak lanjut dari pemerintah kota untuk menambah lahan ruang terbuka hijau publik agar terpenuhi standar minimal dari peruturan pemerintah yang telah ditentukan.
b. Untuk menambah keberadaan ruang terbuka hijau publik dikota salah satunya dengan cara memaksimalkan potensi lahan yang ada. Misalnya menambah penghijaun pada beberapa ruas jalan lokal, mengalihfungsikan lahan yang kurang produktif menjadi taman atau hutan kota.
c. Perlu adanya inventarisasi RTH publik baik yang dikelola oleh pemerintah ataupun yang dikelola oleh masyarakat.
d. Perlu adanya penelitian lebih lanjut terhadap penelitian ini, khususnya mengenai penyediaan RTH publik dalam upaya menambah persentase luasan ruang terbuka hijau publik dikota

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia. 1988. Instruksi Menteri Dalam
Negeri Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1988 Tentang Penataan Ruang
Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan. Jakarta : Depdagri.
___ . 2007. Peraturan Menteri Dalam Negeri republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan.
Jakarta : Depdagri.
__________. 2008. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan. Departemen PU, Ditjen Penataan Ruang.
__________. 2007. Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang. Departemen Pekerjaan Umum, Ditjen Penataan Ruang.